7.12.11

diantara Kesendirian


Kali ini dan ke depannya, mungkin saya akan ngepos catatan-catatan sulit masa lalu. catatan-catatan yang jika dibaca sekarang terasa lucu namun lumayan kagak enak jika kembali dikenang, masa-masa labil menuju pendewasaan diri. catatan kali ini beranjak ketika awal-awal kerja dulu dg berbagai kehebohan yg saya ciptakan (sendiri). *hiie..

Sebelumnya, saya sedikit bercerita dulu. ketika babak awal memasuki dunia kerja dulu, hari pertama langsung disambut dg rapat/forum bulanan. ada beberapa item pertanyaan yang saya ajukan hingga membuat 'heboh' seantero ruang rapat, bahkan tidak sedikit saya mendengar ada yang menghujat. introspeksi diri "orang baru jangan banyak tanya", terlepas dari kesalahan pertanyaan saya "saya bertanya pada tempatnya" *menghibung diri. Dulu sempat terlontar "kenapa mereka tidak berusaha menempatkan diri di posisi saya atau anggap saja saya ini adik baru mereka yang tidak tahu apa-apa dan sangat wajar bertanya dan salah", saya lupa bahwa saya dulu ngotot sekedar minta dipahami (tanpa berusaha memahami mereka). jika mendengar kisah perjuangan hidup mereka, wajar jika mereka (dulu) tidak suka dengan gaya dan kalimat-kalimat tanya yang saya ajukan.
kemudian saya menempati desa, "sendiri"..

                                                                      ---------------------



Dan memang benar bahwa kita terlahir sendiri, mati sendiri, dan hidup itu pun sebenarnya sendiri. Tak ada kekerabatan dan pertemanan yang kekal. Tak ada satupun  orang yang benar-benar bisa menjadi tempat bergantung.
Ketika memasuki dunia kerja, banyak hal di luar kebiasaan kampus yang akan ditemui. Banyak karakter baru dengan berbagai usia akan didapati. Dari pendiam, egois, sampai yang cerewet (apapun menjadi bahan pembicaraan). Dunia kerja ini (menurutku) dominan digunakan untuk bicara (ketimbang actions) meskipun profesinya bukan sebagai pengacara atau komunikator lainnya.
Yang menjadi pikiran adalah ketika dihadapkan pada orang-orang yang kita bingung seperti apa sebenarnya karakter dirinya. Apabila di depan kita sepertinya dia sangat baik, sedang-sedang saja, cukup baik, atau standar tetapi kemudian di belakang dia menikam kita. Adakalanya sesuatu yang menurut kita sesuatu yang tidak penting kemudian menjadi pembahasan heboh dan panjang di belakang.
Mungkin tantangan terbesar dalam dunia kerja kesehatan ini adalah saat seperti ini, yunior. Sesuatu yang menurutmu biasa-biasa saja dan benar, menjadi salah dan tidak boleh disini. Kreasimu dibatasi, teman. Inilah mengapa adalah sangat lebih baik jika kita bekerja sendiri, tanpa keterikatan, instruksi, dan tekanan.

Air mesu, 19 mei 2010

                           --------------

13.10.11

Si Tukang Kayu dan Rumahnya


Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia Cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. “Ini adalah rumahmu, ” katanya, “hadiah dari kami.”

Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya mengerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan. Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi. Hidup kita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang kita perbuat hari ini. Hari perhitungan adalah milik Tuhan, bukan kita, karenanya pastikan kita pun akan masuk dalam barisan kemenangan.

Source : “Hidup adalah proyek yang kau kerjakan sendiri”. (Adapted from The Builder -Cecilia Attal)